Semua manusia punya persona, karena itu adalah salah satu bagian dari diri kita; selain empat komponen diri lainnya. Apa itu persona?

Persona adalah wajah sosial kita. Semacam topeng yang kita rancang — secara sadar atau tidak — untuk memberi kesan kepada orang lain, dan sekaligus untuk menutupi sifat asli diri kita. Istilah awamnya, persona itu adalah pencitraan yang Anda buat.

Maka, persona itu hanya muncul ketika ada kehadiran orang lain, khususnya yang di luar keluarga inti. Tentu saja, ada saja segelintir orang yang masih bertopeng di hadapan istri atau suami, dan anak-anaknya; tetapi orang itu tentu mengalami gangguan kepribadian berat atau gejala-gejala patologi psikologi. Mengapa?

Karena orang yang terus menerus berpura-pura itu sungguh berat hidupnya. Hidupnya menjadi tidak seimbang, karena dari lima komponen diri, ia hanya fokus pada satu komponen saja. Ia menghabiskan waktunya hanya untuk satu komponen. Pikirannya tidak akan sanggup untuk mempertahankan konsistensi antartopeng. Ia bisa mudah lupa atau terpeleset, kemarin pakai topeng apa kepada si A dalam situasi X, dan pakai topeng apa kepada si B dalam situasi Y.

Karena itu, persona biasanya terlepas ketika berada di sekitar orang yang paling intim dengannya: entah itu istrinya sendiri misalnya atau malah pelacur yang biasa dilanggannya; bisa saja itu adalah suaminya sendiri atau malah pelayan manicure-pedicure yang biasa didatanginya; bisa saja itu adalah orang kepercayaannya di kantor atau malah orang yang dianggapnya sebagai musuhnya yang ternyata sama-sama pecandu topeng.

Dikutip dari artikel Opa Dono Baswardono dengan penyesuaian.